Antara Mayat dan Jeruk Nipis

by - April 02, 2009

Berulangkali aku seka keringat yang sedari tadi mengalir di leherku. Bukan main makiku, hari ini benar-benar gerah sekali. Jam di dinding ruang tamu ini baru menunjukkan pukul 11 siang. Untungnya penantian ini tidak sendirian aku. Malah keadaan semakin memanas saja.

Bukan panas karena kegerahan, tapi karena satu kepentingan yang menjebak kami harus menunggu. Disamping saya Slamet duduk berleha-leha, sebelah sana dikit Ola, seorang polisi berpangkat perwira muda. Dari pengakuannya sih asli batak, tapi di pertemuan kali kedua ini saya belum menjumpai kekhasan Bataknya. Dari wajah, gak ada standar-standarnya orang Batak, malah pikirku masih ada keturunan Arab, apalagi janggutnya dihiasi jenggot tipis ala jaman sekarang, bukan ala jaman Rhoma Irama, mungkin karena dia di Reskrim jadi boleh pelihara Jenggot kali. Hidungnya yang mancung makin mengukuhkan seolah-olah dia keturunan Arab. Kosakata bahasa, bah apalagi, tak ada logat Batak sedikitpun. Jauh sekali dengan pak Faisal kenalanku, seorang marinir dengan tubuh tambun dan kumis tebal, logatnya kental sekali batak. Walaupun sudah beristri orang jogja dan mahir berbahasa Jawa, logat bataknya tak bisa hilang. Tapi ini, wah saya hanya dapat percaya bahwa Ola ini orang Batak dari nama belakangnya yang jelas marga orang Batak.


Rupanya, menunggu bersama-sama seperti ini menjadikan kami gayeng sekali bercerita ngalor ngidul macam ibu-ibu PKK yang nggosipin Syeh Puji ngawinin anak ingusan. Cekakak cekikik menghiasi setiap obrolan, kadang ketawa lepas tidak sungkan-sungka dilepaskan.
"Semalem saya ikut otopsi, karena ada perampok ditembak waktu mau ditangkap..", ujar Ola untuk memulai inisiatif ikut berbagi cerita karena sedari tadi dia cuman nyumbang hahahihi saja. "Satu mati ketembak, satu lagi kabur. Nah yang ketembak ini di otopsi, saya diminta mengikuti jalannya otopsi. Eh, yang bagian otopsi iseng banget, pake telunjuknya dimasukin ke lubang tembak yang berada di dada tuh perampok, wah dalem juga katanya, iseng banget..", tambah Ola.


"Eh, saya dengar, kalau mau uji nyali hanya bermodal jeruk nipis saja", lanjutnya. "Jeruk nipis?" tanyaku dan Slamet hampir bersamaan. Kang Arif yang sedari tadi jadi pendengar pasif di pojokan kursi L mulai menegakkan duduknya. Pikirnya rada seru neh ceritanya, sambil disedotnya wismilak yang sedari tadi nongkrong dibibirnya.
"Iya, jeruk nipis", yakin Ola melanjutkan. "Iya kata orang-orang".
Beh ampir aja saya lempar asbak dia, kata orang katanya.
"Eh denger dulu", lanjutnya. "Kalian tahukan, kalau kita luka trus ditetesin jeruk nipis, fuuhh... rasa perihnya bukan main deh. Nah, kali ini, tuh jeruk nipis kita teteskan pada luka yang ada ditubuh mayat.Ya, entah itu luka bekas tusuk atau tembak", tambahnya sambil mengelus-elus jenggotnya yang terkesan dipaksa untuk dielus.
"Apa mayatnya bakal gerak-gerak keperihan?" tanya slamet.
"He ini orang emang filem, mana ada mayat gerak-gerak karena jeruk nipis." celetukku sekenanya.


"Bukan." kata Ola dikalem-kalemin (ati-ati kalau mbaca jangan kepleset). "Tidak terjadi apa-apa pada mayat itu. Hanya saja, tunggu malamnya setelah mayat diberi jeruk nipis. Yang netesin jeruk nipis pada luka itu bakal didatangi arwah si mayat." Ujar Ola dengan sedikit melotot. Ah sial, bikin saya grogi aja.


"Ih serius, bener, saya baru kemarin membuktikannya. Kemarin, setelah otopsi, saya penasaran dengan cerita itu, akhirnya aku tetesin luka si mayat dengan jeruk nipis. Dan semalem, waktu aku habis cuci muka, lalu saya keringkan wajah dengan handuk. Dan ketika handuk saya lepas dari wajah... drueeng... di depan saya ada si mayat itu..! wah hampir loncat saya, saya coba baca-baca do'a, huh.. akhirnya hilang juga. Tapi baru mau tidur, eh dia nongol lagi, begitu juga pas memejamkan mata, eh dia hadir juga di mimpi. Wah akhirnya semaleman gak bisa tidur saya. wah.."
Ola menggaruk-garuk kepalanya yang semi habis rambutnya.


Saya, Slamet, Kang Arif, tertawa ndengerin ceritanya yang meyakinkan dan berakibat sial itu. Aku ketawa-ketiwi, apalagi pas aksi "drueng"-nya itu, persis pilem-pilem horor kita. Tapi asli, aku gak bakal iseng kayak gitu. Heh, orang ikut otopsi aja mikir ratusan kali dulu ...

You May Also Like

2 komentar